LAPORAN
PRAKTIKUM
DASAR
ILMU TANAH
ACARA 1
PENYIAPAN
CONTOH TANAH

Oleh :
Rizki
Nurkhayati
NIM.
A1A015029
Rombongan
14
Pj.
Yona Azalia C.
Nyawiji
Endah
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2016
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah mempunyai
sifat sangat kompleks, terdiri atas komponen padatan yang berinteraksi dengan
cairan, dan udara. Komponen pembentuk tanah yang berupa padatan, cair, dan
udara jarang berada dalam kondisi kesetimbangan, selalu berubah mengikuti
perubahan yang terjadi di atas permukaan tanah yang dipengaruhi oleh suhu
udara, angin, dan sinar matahari.
Untuk bidang
pertanian, tanah merupakan media tumbuh tanaman. Media yang baik bagi
pertumbuhan tanaman harus mampu menyediakan kebutuhan tanaman seperti air,
udara, unsur hara, dan terbebas dari bahan-bahan beracun dengan konsentrasi
yang berlebihan. Dengan demikian sifat-sifat fisik tanah sangat penting untuk
dipelajari agar dapat memberikan media tumbuh yang ideal bagi tanaman.
Pengambilan
contoh tanah merupakan tahapan penting untuk penetapan sifat-sifat fisik tanah
di laboratorium. Pengambilan contoh tanah untuk penetapan sifat-sifat fisik
tanah dimaksudkan untuk mengetahui sifat-sifat fisik tanah pada satu titik
pengamatan, misalnya pada lokasi kebun percobaan atau penetapan sifat fisik
tanah yang menggambarkan suatu hamparan berdasarkan poligon atau jenis tanah
tertentu dalam suatu peta tanah.
B.
Tujuan
Menyiapkan contoh tanah kering angin/udara dengan diameter
2 mm dan contoh tanah halus (diameter 0,5 mm) yang digunakan untuk acara
penetapan kadar air, derajat kerut tanah, dan pengenalan contoh tanah
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengambilan
contoh tanah merupakan tahapan penting untuk penetapan sifat-sifat fisik tanah
di laboratorium. Prinsipnya, hasil analisis sifat-sifat tanah di laboratorium
harus dapat menggambarkan keadaan sesungguhnya sifat fisik tanah di lapangan
(Suganda et al, 2002).
Sifat-sifat
fisik tanah yang dapat ditetapkan di laboratorium mencakup berat volume (BV),
berat jenis partikel (PD = particle density), tekstur tanah, permeabilitas
tanah, stabilitas agregat tanah, distribusi ukuran pori tanah termasuk ruang
pori total (RPT), pori drainase, pori air tersedia, kadar air tanah, kadar air
tanah optimum untuk pengolahan, plastisitas tanah, pengembangan atau
perngerutan tanah (COLE = coefficient of linier extensibility) dan ketahanan
geser tanah (Suganda et al, 2002).
Ada
beberapa jenis contoh tanah, diantaranya:
1. Contoh
tanah utuh (Undisturbed soil sample)
Contoh
tanah utuh merupakan contoh tanah yang diambil dari lapisan tanah tertentu
dalam keadaan tidak terganggu, sehingga kondisinya hampir menyamai kondisi di
lapangan. Contoh tanah tersebut digunakan untuk penetapan angka berat volume
(berat isi, bulk density), distribusi pori pada berbagai tekanan (pF 1, pF 2,
pF 2,54, dan pF 4,2) dan permbeabilitas.
2. Agregat
utuh (Undisturbed soil agregate)
Contoh
tanah agregat utuh adalah contoh tanah berupa bongkahan alami yang kokoh dan
tidak mudah pecah. Contoh tanah ini diperuntukkan bagi analisis indeks
kestabilitas agregat (IKA). Contoh diambil menggunakan cangkul pada kedalaman
0-20 cm.
3. Contoh
tanah tidak utuh/terganggu (Disturbed soil sample)
Contoh
tanah terganggu dapat juga digunakan untuk analisis sifat-sifat kimia tanah.
Kondisi contoh tanah terganggu tidak sama dengan keadaan di lapangan, karena
sudah terganggu sejak dalam pengambilan contoh. Contoh tanah ini dapat dikemas
mengunakan kantong plastik tebal atau tipis. Kemudian diberi label yang
berisikan informasi tentang lokasi, tanggal pengambilan, dan kedalaman tanah.
Label ditempatkan di dalam atau di luar kantong plastik (Suganda et al, 2002).
Andisol
adalah salah satu jenis tanah yang relatif subur, namun mempunyai tingkat
jerapan P yang tinggi. Hal ini dikarenakan adanya mineral amorf seperti alofan,
imogolit, ferihidrit, dan oksida-oksida hidrat Al dan Fe dengan permukaan
spesifik yang luas (Munir, 1996).
Ultisol
didefinisikan sebagai tanah yang mempunyai penciri horison argilik atau kandik
dan kejenuhan basa < 35%. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di
Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25%
dari total luas daratan Indonesia (Subagyo, 2004).
Kata
Inceptisol berasal dari kata Inceptum yang berarti permulaan. Inceptisol
menduduki golongan tanah terluas kedua di dunia. Ciri khas Inceptisol ini
adalah tanah mulai berkembang, mempunyai epipedon Ochric (pucat), meskipun masih sedikit
memperlihatkan bukti adanya eluviasi dan iluviasi. Golongan tanah ini dapat terjadi
hampir dalam semua zone iklim yang
memungkinkan terjadinya proses pencucian. Inceptisol merupakan tanah yang mempunyai horizon alterisasi yang
telah kehilangan basa-basa atau besi dan aluminium tetapi mengandung
mineral-mineral terlapuk, tampa horizon iluviasi yang diperkaya dengan liat
silikat yang mengandung aluminium dan bahan organik amorf (Sevindrajuta, 2013).
Entisolmerupakanordotanah yang umumnyamasihmuda, hampir belummengalamiperkembangan horizon
pedogenik.Beberapaada yang memiliki horizonepipedonochrikdansedikitpadaPsamentsmemiliki
horizon albik (horizon B) (Fanning dan Fanning,
1989).Bahanpenyusuntanahinikebanyakanberupabahantanah yang
masihlepasdenganperkembangantanah yang sangatlemahdandayamenahan air sedikit
(Notohadiprawiro, 1991).
Vertisols
adalah tanah-tanah yang telah mempunyai perkembangan profil, yang dicirikan
oleh terbentuknya bidang kilir (slickenside) di lapisan bawah, kandungan liat
cukup tinggi (> 30%) dan terdapat rekahan-rekahan di permukaan tanah selebar
> 1 cm dan dalam > 50 cm pada musim kemarau (Soil Survey Staff, 1998).
Tanah ini terbentuk dari bahan aluvium yang kaya akan basa-basa dan batuan
sedimen pada fisiografi dataran aluvial dan dataran. Umumnya solum tanah dalam,
warna tanah kelabu, tekstur halus, reaksi tanah netral sampai basa, dan
kandungan bahan organik rendah. Faktor pembatas utama adalah sifat mengembang
dan mengkerut sehingga terjadi rekahan yang cukup dalam dan lebar terutama pada
musim kemarau panjang (Susanto A.N. dan Marthen P. S., 2007).
III.
METODE PRAKTIKUM
A.
Alat dan Bahan
Alat-alat
yang digunakan dalam praktikum penyiapan contoh tanah yaitu mortir dan
penumbuknya, saringan (2 mm, 1 mm, ,05 mm) tambir untuk peranginan, kantong
plastik, dan spidol atau label. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu contoh
tanah terganggu yang telah diambil dari lapang dan sudah dikeringanginkan
selama kurang lebih satu minggu. Jenis contoh tanah terganggu
yang digunakan pada praktikum ini, yaitu ultisol, inceptisol, vertisol,
entisol, dan andisol.
B.
Cara Kerja
1.
Contoh tanah yang sudah
dikeringkan ditumbuk dalam mortir secara hati-hati, kemudian diayak dengan
saringan berturut-turut dari yang berdiameter 2 mm, 1 mm dan 0,5 mm. Contoh
tanah yang tertampung diatas saringan 1 mm adalah contoh tanah yang berdiameter
2 mm, sedangkan yang lolos saringan 0,5 mm adalah contoh tanah halus (< 0,5
mm).
2.
Contoh tanah yang diperoleh
dimasukkan dalam kantong plastik dan diberi label seperlunya.
IV.
PEMBAHASAN
A.
Pembahasan
Tanah adalah produk transformasi mineral dan
bahan organik yang terletak di permukaan sampai kedalaman tertentu yang
dipengaruhi oleh faktor genetis lingkungan, yakni bahan induk, iklim,organisme
hidup (mikroorganisme dan makroorganisme),topografi, dan waktu yang sangat
panjang. Tanah dapat dibedakan dari ciri-ciri bahan induk asalnya baik secara fisik,
kimia, biologi, maupun morfologinya.(Rodriquez-Iturbe and Amilcar, 2004)
Tanah memiliki kualitas yang berbeda disetiap
wilayah. Pada tahun 1994 Soil Science Society of America (SSSA) telah
mendefinisikan kualitas tanah sebagai kemampuan tanah untuk menampilkan
fungsi-fungsinya dalam penggunaan lahan atau ekosistem untuk menopang
produktivitas biologis, mempertahankan kualitas lingkungan, dan meningkatkan
kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan (Agehara and Wameke,2005).
Menurut Jenny (1941) 5 Faktor yang mempengaruhi
Proses Pembentukan
Tanah (Genesis) dan Perkembangan Tanah
(Differensiasi Horison), yaitu:
1.
Bahan Induk (b) = Batuan Beku, B.Sedimen,
B.Metamorf, bahan organik; (mempengaruhi perbedaan dari sifat kimia dan sifat
fisik tanah)
2.
Iklim (i) = curah hujan dan suhu
(temperatur)
3.
Organisme (o) atau Jasad Hidup (h) =
Tumbuhan & Hewan
4.
Relief (r ) atau Topografi (t) : Kecuraman
Lereng
5.
Waktu (w) = Tingkat Perkembangan (muda,
dewasa, tua) dan Umur (dalam tahun).
Tidak semua faktor lingkungan mempunyai
pengaruh yang sama dalam proses pembentukan tanah, kadang-kadang satu atau dua
faktor berpengaruh lebih dominan sementara faktor yang lain mempunyai pengaruh
yang minimum. Keragaman faktor-faktor lingkungan pembentukan tanah ini akan
menyebabkan sifat-sifat tanah bervariasi baik ke arah vertikal maupun
horizontal.
Pada
praktikum ini digunakan beberapa contoh tanah, yakni Entisol, Inceprisol,
Andisol, Vertisol, dan Ultisol.
A. Entisol
Entisol merupakan tanah yang
baru berkembang. Walaupun demikian tanah ini tidak hanya berupa bahan asal atau
bahan induk tanah saja tetapi harus sudah terjadi proses pembentukan tanah yang
menghasilkan epipedon okhrik. Banyak tanah Entisol yang digunakan untuk usaha
pertanian misalnya di daerah endapan sungai atau daerah rawa-rawa pantai. Padi
sawah banyak ditanam di daerah-daerah Aluvial ini (Hardjowigeno, 1993).
Di Indonesia tanah Entisol
banyak diusahakan untuk areal persawahan baik sawah teknis maupun tadah hujan
pada daerah dataran rendah. Tanah ini mempunyai konsistensi lepas-lepas,
tingkat agregasi rendah, peka terhadap erosi dan kandungan hara tersediakan
rendah. Potensi tanah yang berasal dari abu vulkan ini kaya akan hara tetapi
belum tersedia, pelapukan akan dipercepat bila terdapat cukup aktivitas bahan
organik sebagai penyedia asam-asam organik (Tan, 1986).
Entisol mempunyai kejenuhan
basa yang bervariasi, pH dari asam, netral sampai alkalin, KTK juga bervariasi
baik untuk horison A maupun C, mempunyai nisbah C/N < 20% di mana tanah yang
mempunyai tekstur kasar berkadar bahan organik dan nitrogen lebih rendah
dibandingkan dengan tanah yang bertekstur lebih halus. Hal ini disebabkan oleh
kadar air yang lebih rendah dan kemungkinan oksidasi yang lebih baik dalam
tanah yang bertekstur kasar juga penambahan alamiah dari sisa bahan organik
kurang daripada tanah yang lebih halus. Meskipun tidak ada pencucian
Universitas Sumatera Utara hara tanaman dan relatip subur, untuk mendapatkan
hasil tanaman yang tinggi biasanya membutuhkan pupuk N, P dan K (Munir, 1996).
Entisol dapat juga dibagi
berdasarkan great groupnya, beberapa diantaranya adalah Hydraquent, Tropaquent
dan Fluvaquents. Ketiga great group ini merupakann subordo Aquent yaitu Entisol
yang mempunyai bahan sulfidik pada kedalaman ≤ 50 cm dari permukaan tanah
mineral atau selalu jenuh air dan pada semua horizon dibawah 25 cm terdapat hue
dominan netral atau biru dari 10 Y dan warna-warna yang berubah karena
teroksidasi oleh udara. Jenuh air selama beberapa waktu setiap tahun atau
didrainase secara buatan (Hardjowigeno, 1993).
Hydraquent adalah great group dari ordo tanah
Entisol dengan subordo Aquent yang pada seluruh horison di antara kedalaman 20
cm dan 50 cm di bawah permukaan tanah mineral, mempunyai nilai-n sebesar lebih
dari 0,7 dan mengandung liat sebesar 8 persen atau lebih pada fraksi tanah
halus (Soil survey staff, 1998). Tropaquent adalah great group dari ordo tanah
Entisol dengan subordo Aquent. Tanah ini dibedakan karena memiliki regim suhu
tanah iso (perbedaan suhu musim panas dan dingin kurang dari 50. Tanah ini
terbentuk karena selalu basah atau basah pada musim tertentu. Jika dilakukan
perbaikan drainase akan berwarna kelabu kebiruan (gley) atau banyak ditemukan
karatan (Hardjowigeno, 1993).
Fluvaquents adalah great
group dari ordo tanah Entisol dengan subordo Aquent yang mengandung karbon
organik berumur Holosen sebesar 0,2 persen atau lebih pada kedalaman 125 cm di
bawah permukaan tanah mineral, atau memiliki penurunan kandungan karbon organik
secara tidak teratur dari kedalaman 25 cm sampai 125 cm atau mencapai kontak
densik, litik, atau paralitik apabila lebih dangkal (Soil survey staff, 1998).
B.
Inceptisol
Inceptisol
adalah tanah yang belum matang (immature) dengan perkembangan profil yang lebih
lemah dibanding dengan tanah matang, dan masih banyak menyerupai sifat bahan
induknya. Penggunaan Inceptisol untuk pertanian atau nonpertanian adalah
beraneka ragam. Daerah-daerah yang berlereng curam atau hutan, rekreasi atau
wildlife, yang berdrainase buruk hanya untuk tanaman pertanian setelah drainase
diperbaiki (Hardjowigeno, 1993).
Inceptisol
yang banyak dijumpai pada tanah sawah memerlukan masukan yang tinggi baik untuk
masukan anorganik (pemupukan berimbang N, P, dan K) maupun masukan organik
(pencampuran sisa panen kedalam tanah saat pengolahan tanah, pemberian pupuk
kandang atau pupuk hijau) terutama bila tanah sawah dipersiapkan untuk tanaman
palawija setelah padi. Kisaran kadar C-Organik dan kapasitas tukar kation (KTK)
dalam inceptisol dapat terbentuk hampir di semua tampat, kecuali daerah kering,
mulai dari kutub sampai tropika (Munir, 1996).
Inceptisol
dapat dibedakan berdasarkan great groupnya. Salah satu great group dari
Inceptisol adalah Tropaquepts. Tropaquepts adalah great group dari ordo tanah
Inceptisol dengan subordo Aquept yang memiliki regim suhu tanah isomesik atau
lebih panas. Aquept merupakan tanah-tanah yang mempunyai rasio natrium dapat tukar
(ESP) sebesar 15 persen atau lebih (atau rasio adsorpsi natrium, (SAR) sebesar
13 persen atau lebih pada setengah atau lebih volume tanah di dalam 50 cm dari
permukaan tanah mineral, penurunan nilai ESP (atau SAR) mengikuti peningkatan
kedalaman yang berada di bawah 50 cm, dan air tanah di dalam 100 cm dari
permukaan tanah mineral selama sebagian waktu dalam setahun (Soil survey staff,
1998)
C.
Andisol
Andisol
adalah salah satu jenis tanah yang relatif subur, namun mempunyai tingkat
jerapan P yang tinggi. Hal ini dikarenakan adanya mineral amorf seperti alofan,
imogolit, ferihidrit dan oksida-oksida hidrat Al dan Fe dengan permukaan
spesifik yang luas (Triana, 1996). Tanah Andisol mempunyai unsur hara yang
cukup tinggi, sehingga tanah jenis ini baik untuk ditanami. Kebanyakan tanah
Andisol memiliki pH antara 5 - 7, dan memiliki kandungan C-organik berkisar
antara 2-5%.
Andisol
adalah tanah yang berkembang dari bahan vulkanik seperti abu vulkan, batu
apung, silinder, lava dan sebagainya, dan atau bahan volkanik lastik, yang
fraksi koloidnya didominasi oleh mineral “Short-range order” (alofan, imogolit,
ferihidrit) atau kompleks Al-humus. Dalam keadaan lingkungan tertentu,
pelapukan alumino silikat primer dalam bahan induk non-vulkanik dapat
menghasilkan mineral “Short-range order”, sebagian tanah seperti ini yang
termasuk dalam Andisol (Saridevi, 2013).
Tanah
yang terbentuk dari abu vulkanik ini umumnya ditemukan didaerah dataran tinggi
(>400 m di atas permukaan laut). Jenis
tanah ini banyak ditemukan di dataran sekiar gunung api. Di Indonesia tanah ini
dapat ditemukan di Sumatera Utara, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan
Maluku (Darmawijaya, 1990).
Proses
pembentukan tanah yang utama pada Andisol
adalah pelapukan dan transformasi
(perubahan bentuk). Proses pemindahan
bahan (translokasi) dan penimbunan
bahan-bahan tersebut di dalam solum sangat sedikit. Akumulasi bahan organik dan
terjadinya kompleks bahan organik dengan Al merupakan sifat khas pada beberapa Andisol
(Hardjowigeno, 1993). Tanah andisol terbentuk
di wilayah dataran tinggi lebih dari 1000 mdpl yang memiliki curah hujan antara
2.500-7000 mm/tahun. Produktivitas tanah ini sedang hingga tinggi.
Penggunaannya terutama untuk tanaman sayuran, kopi, buah-buahan, teh, kina dan
pinus. (Sri dan dkk, 2007)
D.
Ultisol
Ultisol
merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas,
mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia
(Subagyo, 2004).Sebaran terluas terdapat di Kalimantan (21.938.000 ha), diikuti
di Sumatera (9.469.000 ha), Maluku dan Papua (8.859.000 ha), Sulawesi
(4.303.000 ha), Jawa (1.172.000 ha),dan Nusa Tenggara (53.000 ha). Tanah ini
dapat dijumpai pada berbagai relief, mulai dari datar hingga bergunung. Ultisol
dapat berkembang dari berbagai bahan induk, dari yang bersifat masam hingga
basa. Namun sebagian besar bahan induk tanah ini adalah batuan sedimen masam.
Ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada horizon bawah permukaan
sehingga mengurangi daya resap air dan meningkatkan aliran permukaan dan erosi
tanah (PrasetyodanSuriadikarta, 2006).
Tanah
Ultisol mempunyai tingkat perkembangan yang cukup lanjut, dicirikan oleh
penampang tanah yang dalam, kenaikan fraksi liat seiring dengan kedalaman
tanah, reaksi tanah masam, dan kejenuhan basa rendah. Pada umumnya tanah ini
mempunyai potensi keracunan Al dan miskin kandungan bahan organik. Tanah ini
juga miskin kandungan hara terutama P dan kation-kation dapat ditukar seperti
Ca, Mg, Na, dan K, kadar Al tinggi, kapasitas tukar kation rendah, dan peka
terhadap erosi (Sri Adiningsih dan Mulyadi 1993).
Proses
pembentukan tanah Ultisol meliputi beberapa proses sebagai berikut :
1. Pencucian yang
ekstensifterhadapbasa-basaanmerupakanprasyarat.
Pencucianberjalansangatlanjuthinggatanahbereaksimasamdankejenuhanbasarendahsampailapisanbawahtanah
(1,8 m daripermukaan).
2.
Karena suhu yang cukup panas
(lebih dari 8˚C) dan pencucian yang kuat dalam waktu yang cukup lama, akibatnya
adalah terjadi pelapukan yang kuat terhadap mineral mudah lapuk, dan terjadi
pembentukan mineral liat sekunder dan oksida-oksida. Mineral liat yang
terbentuk biasanya didominasi oleh kaolinit, dan gibsit.
3.
Lessivage
(pencucian liat), menghasilkan horison albik dilapisan atas (eluviasi), dan
horison argilik dilapisan bawah (iluviasi). Sebagian liat di horison argilik
merupakan hasil pembentukan setempat (in situ) dari bahan induk.Di daerah
tropika horison E mempunyai tekstur lebih halus mengandung bahan organik dan
besi lebih tinggi daripada di daerah iklim sedang.Bersamaan dengan proses lessivage
tersebut terjadi pula proses podsolisasi dimana sekuioksida (terutama besi)
dipindahkan dari horison albik ke horison argilik.
4.
Biocycling
Meskipun terjadi pencucian intensif tetapi
jumlah basa-basa di permukaan tanah cukup tinggi dan menurun dengan kedalaman.
Hal ini disebabkan karena proses Biocycling basa-basa tersebut oleh vegetasi
yang ada di situ.
5.
Pembentukan plinthite dan
fragipan.
Plinthite dan fragipan bukan sifat yang
menentukan tetapi sering ditemukan pada Ultisol. Biasanya ditemukan pada subsoil
di daerah tua. Plinthite terlihat sebagai karatan
berwarna merah terang. Karatan ini terbentuk karena proses reduksi dan oksidasi
berganti-ganti. Jikamuncul
di permukaanakan menjadi keras irreversibie
dan disebut laterit. Fragipan terdapatpada ultisol
drainase burukdanfragipan menghambat gerakan
air dalam tanah. Proses pembentukan fragipan masih belum jelas.
6. Perubahan
horison umbrik menjadi mollik
Ultisoldenganepipedonumbrik (umbraquult)
dapatberubahmenjadiepipedonmollikakibatpengapuran.Walaupundemikianklasifikasitanahtidakberubahselamalapisan-lapisan
yang lebihdalammempunyaikejenuhanbasarendah.Hal
inidisebabkanuntukmenunjukkanadanyapencucian yang intensifdan agar
klasifikasitanahtidakberbuahakibatpengelolaantanah (Hardjowigeno, 1987).
Di
Indonesia, Ultisol umumnya belum tertangani dengan baik. Dalam skala besar,
tanah ini telah dimanfaatkan untuk perkebunan kelapa sawit, karet dan hutan
tanaman industri, tetapi pada skala petani kendala ekonomi merupakan salah satu
penyebab tidak terkelolanya tanah ini dengan baik
(SuriadikartadanWidjaja, 1986).
E.
Vertisol
Vertisol
adalah tanah hitam yang suburdandapat
terbentuk dari berbagai macam bahan induk tanah, mineral liatnya didominasi
oleh smektit, dan mempunyai sifat yang retak-retak bila kering. Tanah Vertisol umumnya
terbentuk dari bahan sedimen yang mengandung mineral smektit dalam jumlah
tinggi, di daerah datar, cekungan hingga berombak (Driessen and Dudal, 1989).
Pembentukan
tanah Vertisol terjadi melalui dua proses utama, pertama adalah proses
terakumulasinya mineral 2:1(smektit)dan yang kedua adalah proses mengembang dan
mengkerut yang terjadi secara periodik sehingga membentuk slickenside atau
relief mikro gilgai. Dalam
perkembangannya mineral 2:1 yang sangat dominan dan memegang peran penting pada
tanah ini. Komposisi mineral liat dari Vertisol selalu didominasi oleh mineral
2:1, biasanya monmorilonit, dan dalam jumlah sedikit sering dijumpai mineral
liat lainnya seperti illit dan kaolinit. Tanah
ini sangat dipengaruhi oleh proses argillipedoturbation, yaitu proses
pencampuran tanah lapisan atas dan bawah yang diakibatkan oleh kondisi basah
dan kering yang disertai pembentukan rekahan-rekahan secara periodik (Fanning
and Fanning, 1989). Proses-proses tersebut menciptakan
struktur tanah dan pola rekahan yang sangat spesifik. Ketika basah, tanah
menjadi sangat lekat dan palstis serta kedapair, tapi ketika kering, tanah
menjadi sangat keras dan masif atau membentuk pola prisma yangterpisahkan oleh
rekahan(Van Wambeke, 1992).
Secara
kimiawi vertisol tergolong tanah yang
relatif kaya akan hara karena mempunyai cadangan sumberhara yang tinggi, dengan
kapasitas tukar kation tinggi dan pH netral hingga alkali. Di Indonesia,penyebaran vertisol mencapai sekitar 2.1
juta hektar dan tersebar di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, Lombok, Sumbawa,
Sumba dan Timor.
Umumnyatanahvertisolbaikuntukditanamitebu, kapas, tembakau, jagung, dankedelai
(Subagjo, 1983).
Ada
beberapa cara pengambilan contoh tanah, diantaranya:
1. Contoh
tanah utuh (Undisturbed soil sample)
Contoh
tanah utuh merupakan contoh tanah yang diambil dari lapisan tanah tertentu
dalam keadaan tidak terganggu, sehingga kondisinya hampir menyamai kondisi di
lapangan. Contoh tanah tersebut digunakan untuk penetapan angka berat volume
(berat isi, bulk density), distribusi pori pada berbagai tekanan (pF 1, pF 2,
pF 2,54, dan pF 4,2) dan permbeabilitas.
2. Agregat
utuh (Undisturbed soil agregate)
Contoh
tanah agregat utuh adalah contoh tanah berupa bongkahan alami yang kokoh dan
tidak mudah pecah. Contoh tanah ini diperuntukkan bagi analisis indeks
kestabilitas agregat (IKA). Contoh diambil menggunakan cangkul pada kedalaman
0-20 cm.
3. Contoh
tanah tidak utuh/terganggu (Disturbed soil sample)
Contoh
tanah terganggu dapat juga digunakan untuk analisis sifat-sifat kimia tanah. Kondisi
contoh tanah terganggu tidak sama dengan keadaan di lapangan, karena sudah
terganggu sejak dalam pengambilan contoh. Contoh tanah ini dapat dikemas
mengunakan kantong plastik tebal atau tipis. Kemudian diberi label yang
berisikan informasi tentang lokasi, tanggal pengambilan, dan kedalaman tanah.
Label ditempatkan di dalam atau di luar kantong plastik (Suganda et al, 2002).
Kegunaan contoh tanah kering udara berdiameter
2 mm dan 0,5 mm yaitu untuk menetapkan kadar air tanah, derajat kerut tanah,
mengamati tanah dengan indra, dan pengenalan profil tanah.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
1.
Pengambilan
contoh tanah merupakan tahapan terpenting di dalam program uji tanah.
2.
Ada tiga macam cara pengambilan
contoh tanah, yaitu : contoh tanah utuh; contoh tanah tidak utuh/terganggu;
contoh tanah dengan agregat utuh.
3.
Contoh tanah yang tertampung di
atas saringan 1 mm adalah contoh tanah yang berdiameter 2 mm, seperti :
Vertisol, Entisol dan Andisol.
4.
Contoh tanah yang lolos saringan
0,5 mm adalah contoh tanah halus, seperti : Inceptisol dan Ultisol.
B.
Saran
Sebelum melakukan praktikum, sebaiknya praktikan harus
mengetahui contoh tanah yang akan digunakan saat praktikum. Praktikan langsung
mempraktekkan di lapangan, meskipun tanah sudah disediakan di laboratorium. Hal
ini bertujuan agar praktikum memahami contoh tanah dengan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Agehara,
S and, D.D. Warncke.2005. Soil moisture and temperature effect on
nitrogen release from organic
nitrogen source. Soil Science Society of
America Journal 69.
Darmawijaya,
Muslim. 1990. Klasifikasi Tanah di
Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.
Drissen
and Dudal, M. 1989. “Soil, Morphology, Genesis and Classification”. Chapter 28.
Entisols. John Wiley & Sons. USA. p. 226 – 233.
Hardjowigeno, Sarwono. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.
Jenny,
H., 1941. Factor of Soil Formation.
McGraw-Hill Book Company, Inc. New York And London.
Munir,
M.S. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia.
Karakteristik; Klasifikasi dan Pemanfatannya. Jakarta: PT. Dunia Pustaka
Jaya.
Notohadiprawiro,
T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Prasetyo
B.H danSuriadikarta D.A. 2006.“Karakteristik, Potensi, danTeknologiPengelolaan
Tanah UltisoluntukPengembanganPertanianLahanKering di Indonesia”.JurnalLitbangPertanian. 25(2) : 39-43.
Rodriquez-Iturbe,
I and, P. Amikar. 2004. Ecohydrology of water-controlled
ecosystem: Soil Moisture and
Plant Dynamics. Cambridge University Press. London.
Saridevi, G.A.A.R, I Wayan D Atmaja, I Made Mega.
2013. “PerbedaanSifatBiologiTanah padaBeberapaTipePenggunaanLahan di Tanah
Andisol, Inceptisol, danVertisol”.E-JurnalAgroekoteknologiTropika.Vol
2 No 4: 215-217.
Sevindrajuta. 2013. “EfekPemberianBeberapaTakaranPupukKandangSapiTerhadapSifat
Kimia InceptisoldanPertumbuhanTanamanBayamCabut”. JurnalUniversitasMuhammadiyah Sumatera Barat. Hlm 3-4.
Soil
Survey Staff. 2010. “Karakteristik dan Permasalahan Tanah Marginal dari BatuanSedimen
Masam di Kalimantan”, Jurnal Litbang
Pertanian, 29(4): 144.
Sri,
Turnamaya dkk. 2007. Dasar-Dasar Ilmu
Tanah. Yogyakarta: Univeritas Gajah Mada Press
Subagyo,
H., N. Suharta, dan A.B. Siswanto. 2004. “Tanah-tanah pertanian di Indonesia”.
Vol: 4. Hlm.21−66. Dalam A. Adimihardja,
L.I. Amien, F. Agus, D. Djaenudin (Ed.). “Sumberdaya Lahan Indonesia dan
Pengelolaannya”.Jurnal Ilmu Pertanaian
dan Perikanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat,
Bogor.
Suganda H., Achmad R., danSutono. 2002. PetunjukPengambilanContoh Tanah untuk Penanaman Tanamamn
Anggrek Bulan, Trubus Action.Artikel.Hlm 3-12.
Jakarta: PT Grassindo Pustaka.
Susanto A.N. dan Marten P.S.
2007.“KarakteristikdanKetersediaan Data SumberDayaLahanPulau-Pulau Kecil untukPerencanaan
Pembangunan Pertanian di Maluku”.JurnalLitbang Pertanian. Vol:
23(4):123-128.
Tan,
Subharja. 1986. Ilmu Tanah dan
Klasifikasi Dasar. Bandung: PT Hardika Medika.
Wambake,
Van. 1992. Fundamentals of Soils Science,
Fifth Ed, John Willey & Sons, Inc.
LAMPIRAN
